Kejaksaan Agung Tetapkan Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah sebagai Tersangka Korupsi Chromebook
- account_circle markom kabarjatengterkini
- calendar_month Rab, 16 Jul 2025
- visibility 131

Jakarta, Kabarjatengterkini.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan dua mantan pejabat Kemendikbudristek sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Keduanya adalah Sri Wahyuningsih, eks Direktur SD, dan Mulyatsyah, eks Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020–2021. Keduanya didakwa bersama dua tersangka lainnya: mantan staf khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, dan konsultan teknologi, Ibrahim Arief.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penetapan ini didasarkan pada bukti yang cukup untuk menetapkan status tersangka keempat individu tersebut dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Selasa (15/7) malam.
“Berdasarkan alat bukti yang cukup maka pada malam ini penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” ujar Abdul Qohar.
Dugaan Manipulasi Petunjuk Pelaksanaan dan Kerugian Negara
Para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan pengadaan Chromebook berbasis Chrome OS, meskipun sistem operasi ini tidak optimal digunakan di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Alhasil, program digitalisasi pendidikan yang bergantung pada konektivitas stabil ini dinilai gagal mencapai tujuan. Menurut Qohar, hal ini jelas merugikan negara.
Kejagung mencatat total kerugian negara mencapai sekitar Rp 1,98 triliun, terkait pengadaan sekitar 1,2 juta Chromebook senilai lebih dari Rp 9,3 triliun dari awal 2020 hingga 2022.
Profil Dua Tersangka dari Kemendikbudristek
Sri Wahyuningsih
- Pernah menjabat sebagai Direktur SD di Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek (2020–2021).
- Pada 30 Juni 2022, diangkat sebagai Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (B2PMP) Jawa Barat.
- Sebelum itu, sempat menjabat Kepala Subdirektorat Program dan Evaluasi di Ditjen yang sama.
Mulyatsyah
- Pernah menjabat Direktur SMP (2020–2021).
- Kepala B2PMP Sumatra Barat sejak 30 Juni 2022.
- Sebelumnya: Analis Kebijakan Ahli Madya (Direktorat SMA), dan Kepala LPMP Riau serta Kabid PSMP di LPMP Sumbar.
Keduanya kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari pertama, sementara Jurist Tan masih di luar negeri, dan Ibrahim Arief menjalani tahanan kota karena gangguan jantung kronis.
Peran Nadiem Makarim dan Lanskap Dugaan Korupsi Chromebook
Penyidik juga menyoroti peran mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang disebut memerintahkan pengadaan Chromium OS sejak rapat 6 Mei 2020. Namun, sejauh ini ia belum ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik masih mencari bukti dan alat bukti lainnya.
Kejagung telah memeriksa sekitar 80 saksi, termasuk Nadiem, serta melakukan penyitaan dokumen di kantor vendor dan pihak swasta terkait.
Mekanisme Pengadaan dan Implikasi di Daerah 3T
Program pengadaan Chromebook ini menggunakan dana APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK), menyasar seluruh kabupaten/kota di Indonesia, terutama daerah 3T. Namun, Chromebook membutuhkan konektivitas internet yang prioritas, sementara kondisi di daerah 3T masih sangat terbatas, bahkan tidak konsisten.
Akibatnya, alat bantu pendidikan ini tidak dapat digunakan secara maksimal oleh siswa dan guru yang mestinya mendapat manfaat utama dari digitalisasi pendidikan.
Tersangka Lain dan Jenis Pelanggaran
Selain Sri dan Mulyatsyah, dua tersangka lainnya adalah:
- Jurist Tan, mantan staf khusus Nadiem, yang masih di luar negeri;
- Ibrahim Arief, konsultan teknologi, kini ditahan di rumah atas alasan kesehatan.
Empat tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) ke‑1 KUHP.
Dampak dan Tindak Lanjut Penyelidikan
Kejagung sudah mengeluarkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada KPK. Penyidik juga merambah ke vendor Chromebook seperti PT Bangga Technology, Axioo, Zyrex, Evercoss, dan Supertone berdasarkan laporan internasional.
Pemeriksaan lanjutan terhadap Nadiem dan eksekutif dari perusahaan swasta seperti Gojek dan Google juga dilakukan sebagai bagian dari proses pembuktian potensi keuntungan dan keterlibatan pihak swasta.
Penetapan Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah sebagai tersangka menyoroti seriusnya masalah dalam pengadaan teknologi pendidikan di era pandemi, terutama di daerah 3T. Dengan potensi kerugian negara hampir Rp 2 triliun, kasus ini diharapkan menjadi peringatan penting agar pengadaan publik lebih transparan, berbasis kebutuhan riil, dan sesuai kondisi di lapangan.
Publik kini menantikan proses hukum yang objektif dan tuntas, sekaligus tindak lanjut institusi terkait agar langkah serupa tidak terulang ke depan.
- Penulis: markom kabarjatengterkini