Israel Serang Ibu Kota Suriah, Damaskus: Klaim Bela Kelompok Druze, Korban Sipil Berjatuhan
- account_circle markom kabarjatengterkini
- calendar_month Kam, 17 Jul 2025
- visibility 85

Kabarjatengterkini.com – Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat setelah Israel meluncurkan serangan udara ke Ibu Kota Suriah, Damaskus, pada Rabu (16/7). Serangan ini diklaim sebagai bentuk perlindungan terhadap komunitas minoritas Druze yang sedang bertikai dengan suku Badui (Bedouin) di wilayah Sweida, Suriah selatan.
Pemerintah Israel menyatakan bahwa aksi militernya dilakukan sebagai tanggapan atas pengerahan pasukan militer Suriah ke Sweida, yang mereka anggap mengancam keselamatan kelompok Druze. Namun, serangan tersebut berujung pada eskalasi besar saat Israel menargetkan infrastruktur penting di Damaskus, termasuk markas Kementerian Pertahanan Suriah, istana kepresidenan, dan pangkalan militer Mazzeh.
Gedung Kementerian Pertahanan Suriah Hancur
Salah satu serangan utama Israel menghantam kantor Kementerian Pertahanan Suriah yang berlokasi dekat istana kepresidenan. Seorang saksi mata yang diwawancarai media Al-Jazeera menggambarkan ledakan besar yang mengguncang pusat kota Damaskus.
Sebelum serangan terjadi, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memperingatkan pemerintah Suriah agar tidak mencampuri urusan kelompok Druze, terutama di wilayah Sweida yang menjadi pusat konflik internal.
Konflik Sweida Tewaskan Ratusan Orang
Menurut laporan Lembaga Pemantau HAM Suriah, konflik antara warga Druze dan aparat keamanan Suriah di Sweida telah menewaskan 300 orang, termasuk 69 pejuang Druze dan 40 warga sipil. Sebanyak 27 orang dilaporkan tewas akibat dugaan eksekusi oleh aparat keamanan dalam negeri Suriah.
Selain itu, 165 tentara Suriah dan 18 pejuang Bedouin turut menjadi korban dalam bentrokan yang meluas. Dari jumlah itu, 10 tentara Suriah dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel di Damaskus.
Serangan Israel Targetkan Pusat Militer Damaskus
Serangan udara Israel tidak hanya menargetkan kantor Kementerian Pertahanan, tetapi juga menghantam gerbang utama markas militer di Damaskus dan sejumlah fasilitas strategis lain.
“Serangan Israel menghantam pintu masuk markas pusat militer di Damaskus dan sejumlah sasaran di sekitar istana kepresidenan,” ujar seorang pejabat militer Israel, dikutip dari Reuters.
Israel juga menyerang pangkalan militer Mazzeh, dekat bandara Damaskus. Serangan ini menargetkan depot amunisi dan menyebabkan sedikitnya 3 orang tewas serta lebih dari 30 orang luka-luka, menurut sumber militer yang berbicara kepada AFP.
Turki, Lebanon, dan PBB Kecam Serangan Israel
Tindakan Israel ini menuai kecaman dari berbagai negara. Turki menyebut bahwa serangan Israel justru memperkeruh upaya perdamaian di wilayah Suriah.
“Ini adalah tindakan sabotase terhadap stabilitas dan keamanan regional,” kata Kementerian Luar Negeri Turki, dalam pernyataan yang dirilis AFP.
Sementara itu, Presiden Lebanon Joseph Aoun menyebut serangan itu sebagai pelanggaran kedaulatan Suriah dan mendeklarasikan solidaritas penuh kepada pemerintah dan rakyat Suriah.
“Serangan Israel adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara sahabat,” ujar Presiden Aoun.
Kecaman juga datang dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, yang menyayangkan meningkatnya serangan Israel di Suriah dan menyebutnya berisiko memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Kesepakatan Gencatan Senjata Dicapai, AS Serukan De-eskalasi
Dalam perkembangan terbaru, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengumumkan bahwa telah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara pihak yang bertikai di Suriah. Menurutnya, kesalahpahaman antara Israel dan Suriah telah menjadi pemicu utama serangan udara di Damaskus.
“Kami telah menyepakati langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan malam ini,” tulis Rubio di platform X (dulu Twitter), seraya meminta semua pihak mematuhi komitmen tersebut.
Departemen Luar Negeri AS juga meminta Suriah untuk menarik pasukannya dari wilayah Sweida guna menurunkan ketegangan.
Pasukan Suriah Mundur dari Sweida, Gencatan Senjata Berlaku
Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, pemerintah Suriah telah mulai menarik pasukannya dari Sweida. Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri Suriah, dinyatakan bahwa akan ada penghentian total semua operasi militer di Sweida.
Kesepakatan itu mencakup pembentukan komite pengawas yang terdiri dari pejabat pemerintah dan tokoh spiritual Druze untuk memantau pelaksanaannya.
Namun, gencatan senjata ini ditolak oleh salah satu tokoh paling berpengaruh dalam komunitas Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri. Ia menolak adanya kesepakatan dengan pemerintah dan menyebut kelompok militer Suriah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kekerasan.
“Tidak akan ada kesepakatan atau negosiasi dengan pihak yang menyebut dirinya pemerintah,” tegas Sheikh Hijri.
Situasi Masih Rentan, Dunia Internasional Pantau Ketat
Meskipun gencatan senjata telah diumumkan, situasi di Suriah, khususnya di Sweida dan Damaskus, masih sangat rentan. Israel menyatakan akan terus memantau perkembangan dan siap melakukan tindakan tambahan jika kelompok Druze kembali terancam.
Pihak internasional, termasuk PBB, AS, dan negara-negara Arab, terus menyerukan de-eskalasi dan penyelesaian damai atas konflik antara kelompok Druze, suku Badui, dan pemerintah Suriah. Serangan Israel ke Damaskus menjadi pengingat bahwa konflik internal Suriah kini berisiko memicu ketegangan regional lebih luas.
- Penulis: markom kabarjatengterkini