Mark Zuckerberg Rogoh Rp1,6 Triliun Demi Rekrut Ilmuwan AI, Ini Ambisi Besar Meta
- account_circle markom kabarjatengterkini
- calendar_month Jum, 25 Jul 2025
- visibility 3

Kabarjatengterkini.com – Dunia teknologi kembali diguncang oleh langkah agresif CEO Meta, Mark Zuckerberg, yang dilaporkan menggelontorkan dana hingga USD 100 juta atau sekitar Rp1,6 triliun untuk merekrut ilmuwan kecerdasan buatan (AI) kelas dunia. Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar Meta dalam memperkuat divisi barunya yang bernama Superintelligence Labs.
Divisi ini memiliki misi ambisius: menciptakan kecerdasan buatan yang melebihi kapasitas otak manusia—sebuah proyek yang jika berhasil, bisa mengubah arah peradaban teknologi global.
Superintelligence Labs: Proyek AI Terbesar Meta
Superintelligence Labs menjadi ujung tombak baru Meta dalam persaingan AI global, bersaing langsung dengan Google DeepMind, OpenAI, dan Anthropic. Meski Meta tergolong terlambat dalam perlombaan AI generatif, Zuckerberg tak ingin hanya jadi penonton. Melalui pendekatan agresif dan investasi masif, ia berusaha membalik keadaan.
Dalam waktu satu bulan terakhir, Zuckerberg sukses membajak sejumlah ilmuwan top AI dari perusahaan kompetitor, termasuk:
- Lucas Beyer, mantan ilmuwan OpenAI, pencipta vision transformer
- Ruoming Pang, pemimpin proyek AI di Apple
- Alexandr Wang, mantan CEO Scale AI, kini menjadi pemimpin Superintelligence Labs
- Nat Friedman dan Daniel Gross, investor teknologi ternama
- Ilya Sutskever, mantan kepala ilmuwan OpenAI dan kini CEO Safe Superintelligence
Miliaran Dolar untuk Nama Besar AI
Untuk membawa tokoh-tokoh besar itu ke Meta, Zuckerberg tak ragu menggelontorkan miliaran dolar AS, termasuk penawaran saham dan fasilitas eksklusif. Namun, motivasi utama para ilmuwan itu bukan sekadar uang.
Banyak di antara mereka adalah sosok yang sudah kaya raya. Yang mereka cari adalah pengaruh, prestise, dan kesempatan menjadi bagian dari sejarah—menjadi ilmuwan di balik AI pertama yang benar-benar super cerdas.
“Bukan soal gaji. Ini soal reputasi dan kontribusi besar terhadap masa depan manusia,” kata salah satu sumber dalam industri AI.
Open Source Jadi Daya Tarik Meta
Salah satu alasan utama banyak ilmuwan AI kini tertarik pada Meta adalah komitmen Zuckerberg terhadap prinsip AI open-source. Lewat proyek Llama (Large Language Model Meta AI), Meta menjadi salah satu perusahaan besar yang membagikan teknologinya secara terbuka ke publik.
Hal ini kontras dengan arah OpenAI yang belakangan berubah haluan menjadi lebih tertutup dan komersial, terutama sejak menjalin kerja sama eksklusif dengan Microsoft.
Bagi para peneliti dan akademisi, akses terbuka terhadap teknologi dan data AI adalah nilai penting, karena memungkinkan kolaborasi lintas institusi dan dampak yang lebih merata ke masyarakat.
Namun, Tantangan Masih Besar
Meskipun ambisinya besar dan dukungan finansial sangat kuat, Meta tetap menghadapi berbagai tantangan teknis dan strategis.
Hingga kini, performa model Llama belum mampu menandingi model buatan OpenAI (GPT-4) atau Google DeepMind (Gemini). Bahkan, salah satu varian terbaru Llama hanya menempati peringkat ke-17 di leaderboard AI real-time. Selain itu, biaya operasional model Meta juga dilaporkan lebih tinggi dibanding pesaingnya.
Langkah Meta untuk tetap membuka teknologi Llama ke publik sempat memicu kekhawatiran di kalangan investor, yang mempertanyakan model bisnis jangka panjang dari strategi ini.
Namun, bagi Zuckerberg, keterbukaan adalah investasi jangka panjang yang tak hanya menarik talenta terbaik, tetapi juga membentuk ekosistem AI yang sehat.
Persaingan Ketat, Siapa Terdepan di Balapan AI?
Saat ini, industri AI tengah memasuki fase “perlombaan senjata” baru. Setiap raksasa teknologi—dari Google, Microsoft, OpenAI, hingga Meta—berusaha keras menjadi yang pertama menciptakan Artificial General Intelligence (AGI), yakni AI dengan kemampuan memahami dan menalar seperti (atau lebih hebat dari) manusia.
AGI disebut sebagai “Holy Grail” dalam dunia teknologi. Siapa pun yang pertama kali menciptakannya berpotensi mendominasi industri global selama dekade mendatang—baik dalam sektor teknologi, militer, keuangan, hingga pendidikan.
Dengan dukungan penuh dari Zuckerberg dan perekrutan besar-besaran ini, posisi Meta kini makin diperhitungkan. Dari yang semula tertinggal, kini justru mulai memimpin dalam akuisisi talenta AI.
Meta Siap Jadi Pemain Kunci AI Masa Depan
Dengan investasi triliunan rupiah dan komitmen terhadap AI open-source, Meta menunjukkan tekadnya untuk menjadi pemain kunci dalam revolusi AI generatif. Di saat banyak perusahaan berlomba menciptakan teknologi tertutup, Meta menawarkan jalan lain: membangun kecerdasan super untuk dunia, bukan hanya untuk keuntungan korporat.
Apakah strategi Zuckerberg akan berhasil? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun satu hal pasti: balapan menuju AI super cerdas kini telah memanas, dan Meta tak lagi sekadar penonton.
- Penulis: markom kabarjatengterkini