Pawai Sound Horeg di Mulyorejo, Kota Malang, Ricuh: Adu Pukul Pecah Antara Peserta dan Warga
- account_circle markom kabarjatengterkini
- calendar_month Sel, 15 Jul 2025
- visibility 12

Kabarjatengterkini.com – Pawai sound horeg yang digelar di wilayah Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, pada Minggu (13/7), diwarnai insiden kericuhan antara peserta pawai dengan warga. Ketegangan ini bahkan berujung adu pukul, yang mengakibatkan seorang warga mengalami luka di bagian pelipis.
Menurut keterangan resmi dari Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota, kericuhan bermula ketika rombongan peserta pawai nomor urut 2, yang berasal dari warga Jalan Imam Sujono RT 02 RW 04, Kelurahan Mulyorejo, melintas di Jalan Budi Utomo. Di saat yang bersamaan, seorang warga bernama Rumini (55 tahun) tiba-tiba berteriak di jalan, meminta agar sound system yang digunakan peserta pawai segera dimatikan.
“Kejadian bermula saat peserta kirab budaya nomor urut 2 lewat di Jalan Budi Utomo. Tiba-tiba ada warga atas nama Rumini berteriak-teriak meminta sound dimatikan karena merasa terganggu,” ujar Kasi Humas Polresta Malang Kota, Ipda Yudi Risdiyanto, saat dikonfirmasi pada Selasa (15/7).
Melihat sang istri berteriak di tengah jalan, suami Rumini, Moh Amin (57 tahun), keluar dari rumah untuk mencoba menenangkan situasi. Namun, tindakan Moh Amin justru memicu ketegangan. Ia dilaporkan mendorong salah satu peserta pawai, yang membuat peserta lain dari rombongan yang sama terpancing emosi.
“Mengetahui istrinya berteriak, Moh Amin keluar dan mendorong salah satu peserta kirab budaya. Tak terima dengan tindakan tersebut, peserta lainnya langsung bereaksi hingga terjadi pemukulan,” jelas Yudi.
Akibat insiden tersebut, Moh Amin mengalami luka di bagian pelipis. Peristiwa ini sempat menjadi perhatian warga sekitar dan nyaris membuat suasana pawai berubah menjadi chaos. Namun, pihak panitia dan aparat keamanan yang berada di lokasi segera meredakan situasi agar tidak semakin memanas.
Sound System Pawai Sudah Diatur Panitia
Dalam klarifikasinya, Yudi menegaskan bahwa penggunaan sound system selama pawai sebenarnya telah diatur oleh panitia. Masing-masing peserta hanya diizinkan membawa satu unit mobil pikap dengan batas maksimal 6 subwoofer berukuran 18 inci (2 mata). Aturan ini diterapkan untuk menjaga ketertiban dan mengurangi kebisingan selama acara berlangsung.
“Untuk penggunaan sound sudah ada aturan dari panitia. Peserta hanya diperbolehkan membawa mobil pikap dengan maksimal 6 subwoofer berukuran 18 inci. Tidak boleh lebih dari itu,” tegasnya.
Namun demikian, ketegangan yang terjadi menunjukkan bahwa masih ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan di lapangan dengan kenyamanan warga sekitar.
Mediasi dan Penyelesaian Secara Kekeluargaan
Pihak Kelurahan Mulyorejo segera bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah ini. Pada hari yang sama, kedua belah pihak, yaitu keluarga Moh Amin dan perwakilan peserta pawai dari RT 02 RW 04, difasilitasi untuk melakukan mediasi di kantor kelurahan. Hasilnya, kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dan damai.
“Pada hari itu juga sudah dilakukan mediasi di Kelurahan Mulyorejo. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah secara kekeluargaan,” tutur Yudi.
Sebagai bentuk tanggung jawab dan itikad baik, perwakilan warga RT 02 RW 04 memberikan kompensasi kepada Moh Amin yang mengalami luka. Uang kompensasi sebesar Rp 2 juta telah diserahkan langsung dan diterima oleh pihak keluarga korban.
“Sesuai permintaan korban, warga memberikan kompensasi sebesar dua juta rupiah, dan uang tersebut sudah diterima,” tambah Yudi.
Evaluasi Penyelenggaraan Pawai Sound Horeg
Insiden kericuhan ini menjadi perhatian publik, terutama terkait penyelenggaraan pawai sound horeg di tengah permukiman padat. Banyak warga mulai mempertanyakan kembali efektivitas pengaturan teknis dan sosial selama pawai berlangsung.
Pawai budaya yang digelar dengan semangat kebersamaan dan hiburan seharusnya mampu menjadi sarana mempererat tali silaturahmi antarwarga, bukan justru menimbulkan konflik. Peristiwa ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi panitia penyelenggara dan pemerintah setempat agar lebih memperhatikan dampak sosial dari kegiatan serupa di masa mendatang.
Masyarakat juga diminta untuk menjaga kondusivitas dan mengutamakan dialog dalam menyikapi ketidaknyamanan yang mungkin muncul selama pelaksanaan acara-acara publik.
Kericuhan dalam pawai sound horeg di Mulyorejo, Kota Malang, menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Penyelenggara, peserta, dan warga harus saling menghormati agar tradisi budaya seperti kirab dan pawai bisa tetap berlangsung tanpa menimbulkan gesekan. Dengan mediasi yang telah dilakukan dan penyelesaian kekeluargaan, diharapkan ketegangan tidak berlanjut dan kerukunan di lingkungan masyarakat tetap terjaga.
- Penulis: markom kabarjatengterkini