Petir Terpanjang di Dunia Sambung Texas ke Kansas, Capai 829 Kilometer
- account_circle markom kabarjatengterkini
- calendar_month Sab, 2 Agu 2025
- visibility 102

Kabarjatengterkini.com- Sebuah fenomena alam luar biasa tercatat memecahkan rekor dunia. Sambaran petir sepanjang 829 kilometer yang menjalar dari Texas ke Kansas pada Oktober 2017 resmi diakui sebagai sambaran petir terpanjang yang pernah tercatat dalam sejarah. Fenomena ini baru diumumkan pada 2022 setelah para ilmuwan berhasil mengonfirmasi datanya menggunakan teknologi satelit canggih.
Kilatan petir super panjang yang disebut megaflash lightning ini terjadi saat badai besar menghantam wilayah Great Plains, kawasan dataran luas yang memang dikenal sebagai “lorong badai” di Amerika Utara.
Lebih Panjang dari Jakarta ke Surabaya
Untuk memberikan gambaran seberapa panjang petir ini, jaraknya hampir setara dengan Jakarta ke Surabaya, dua kota besar di Indonesia yang berjarak sekitar 800 kilometer. Petir ini memecahkan rekor sebelumnya yang tercatat pada 29 April 2020, dengan panjang kilatan 768 kilometer melintasi Texas, Louisiana, dan Mississippi.
Dengan demikian, megaflash dari 2017 ini melampaui rekor sebelumnya sejauh 61 kilometer, menjadikannya sambaran petir horizontal terpanjang yang pernah terukur oleh manusia.
Apa Itu Megaflash Lightning?
Petir biasa yang kita kenal umumnya bergerak secara vertikal dari awan ke tanah, dengan jarak kilatan rata-rata hanya sekitar 8 hingga 16 kilometer. Namun, megaflash merupakan jenis sambaran petir horizontal yang menjalar di dalam awan raksasa yang membentang luas.
Fenomena ini jarang terlihat karena terjadi di balik awan tebal dan sangat besar, dan tidak dapat terdeteksi oleh peralatan konvensional. Satelit cuaca GOES-16 dan GOES-17 milik Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) berperan penting dalam mendeteksi megaflash ini. Keduanya dilengkapi alat pemantau canggih bernama Geostationary Lightning Mapper (GLM) yang dapat menangkap kilatan petir dari orbit geostasioner.
Rekaman Lama yang Baru Terungkap
Meski peristiwa ini terjadi pada 2017, data rekamannya baru dianalisis secara mendalam pada 2022 oleh tim ilmuwan yang dipimpin Michael Peterson dari Georgia Institute of Technology. Setelah dilakukan pengolahan dan verifikasi data dari berbagai sumber, termasuk kombinasi data satelit dan data darat, akhirnya sambaran petir ini dikonfirmasi sebagai satu kilatan kontinu—bukan serangkaian petir yang terpisah.
Randy Cerveny, ilmuwan geografi dari Arizona State University dan anggota Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), menyebut bahwa ini adalah salah satu kemajuan besar dalam studi petir ekstrem.
“Kami menyebutnya megaflash lightning, dan baru sekarang kita mulai memahami bagaimana dan mengapa bisa terjadi,” jelas Cerveny dalam pernyataannya yang dikutip dari Science Alert.
Ia menambahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa ada sambaran petir yang lebih ekstrem di luar sana, dan kita hanya tinggal menunggu teknologi yang lebih canggih untuk bisa menangkap dan mengukurnya.
Mengapa Great Plains Jadi Titik Panas Petir?
Fenomena megaflash ini tidak terjadi secara kebetulan di wilayah Great Plains. Wilayah ini secara geografis dan meteorologis sangat mendukung terbentuknya badai petir konvektif mesoskal, yakni badai besar yang mampu menciptakan awan-awan raksasa sebagai “jalan tol” bagi kilatan listrik horizontal.
Badai jenis ini sering terjadi saat musim gugur atau musim semi, saat suhu dan kelembapan udara cukup ekstrem untuk menciptakan ketidakstabilan atmosfer. Dalam kondisi inilah, petir raksasa seperti megaflash dapat terbentuk.
Michael Peterson menyatakan, pengamatan berbasis satelit telah merevolusi cara manusia memantau petir di Bumi. Menurutnya, dengan semakin luasnya jangkauan satelit geostasioner dan semakin canggihnya pemrosesan data, peluang untuk menemukan lebih banyak fenomena petir ekstrem di masa depan semakin besar.
“Sekarang sebagian besar hotspot megaflash di dunia sudah tercakup satelit geostasioner, dan teknik pemrosesan datanya pun semakin canggih,” jelas Peterson.
Pentingnya Studi Petir Ekstrem
Mempelajari fenomena petir ekstrem seperti megaflash bukan sekadar tentang pemecahan rekor. Kilatan listrik dalam skala besar bisa berdampak signifikan terhadap penerbangan, jaringan listrik, komunikasi, bahkan keselamatan manusia.
Dalam jangka panjang, studi seperti ini bisa membantu meningkatkan sistem peringatan dini terhadap cuaca ekstrem dan memperkuat pemahaman kita terhadap dinamika atmosfer Bumi yang kompleks.
Selain itu, kemampuan mendeteksi dan memetakan petir dari luar angkasa juga membuka peluang baru dalam penelitian iklim dan mitigasi bencana alam.
Sambaran petir sejauh 829 kilometer yang menjalar dari Texas ke Kansas pada 2017 kini tercatat sebagai petir terpanjang di dunia. Dikenal sebagai megaflash lightning, fenomena ini menjadi bukti betapa besar dan kuatnya kekuatan alam yang tersembunyi di balik awan badai.
Berbekal teknologi satelit terbaru, para ilmuwan kini mampu mendeteksi dan menganalisis petir ekstrem dengan akurasi tinggi. Penemuan ini bukan hanya menambah wawasan tentang atmosfer, tapi juga berperan penting dalam peningkatan keselamatan dan mitigasi bencana akibat badai listrik di masa mendatang.
- Penulis: markom kabarjatengterkini